JAKARTA, KOMPAS.com — Efek tewasnya nasabah kartu kredit Citibank, Irzen Octa, berpotensi menurunkan kinerja bisnis kartu bayar plastik ini. Bankir-bankir khawatir, kredit macet atawa non performing loan (NPL) di sektor ini juga bisa meningkat jika bank benar-benar dilarang menggunakan jasa penagih utang alias debt collector. Maklum, selama ini jasa debt collector menjadi andalan perbankan menagih utang macet.
Padahal, perbankan tengah memperbaiki kualitas utang di sektor ini. Lihat saja, Bank Indonesia (BI) mencatat, NPL kartu kredit per Februari 2011 sekitar Rp 1,52 triliun, turun 32,89 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Dari jumlah itu, porsi NPL bank asing paling besar, mencapai Rp 660 miliar.
Umumnya, penyebab kredit macet itu akibat nasabah-nasbah nakal yang memiliki banyak kartu. "Apabila debt collector tidak diperbolehkan di bank, nasabah nakal semakin banyak, NPL juga semakin besar," ungkap Sigit Pramono, Ketua Perhimpunan Bank Swasta Nasional (Perbanas), Jumat (15/4/2011).
Pelaksana Tugas Direktur Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Difi Ahmad Johansyah menambahkan, pascatewasnya Irzen, tanda-tanda peningkatan nasabah nakal semakin kentara. Banyak nasabah mulai malas membayar tagihan kartu kreditnya. Gejala itu mulai tampak di bank asing. "Saat ditagih utangnya, nasabah malah menggebrak meja," ucap Difi menirukan keluhan bankir.
Selain itu, penghapusan jasa debt collector juga bisa menimbulkan masalah baru bagi nasabah. Bank secara serentak akan menjual kredit macet kartu kredit ke perusahaan lain yang bergerak dalam penagihan utang.
Celakanya, perusahaan penagih utang ini tidak diatur oleh BI. Sistem penagihan perusahaan penagihan utang juga tidak lebih bertanggung jawab dibandingkan debt collector. "Jadi bisa merugikan nasabah," ujar Sigit. (Roy Franedya, Wahyu Satriani/Kontan)
sumber : yahoo.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar