Akses terhadap air bersih masih menjadi masalah bagi sebagian besar
penduduk Asia, terutama bagi warga miskin. Kondisi tersebut diungkapkan
oleh perwakilan UN Habitat di 14 negara Asia Pasifik dalam pertemuan
Environtmental Technology Expert Group Meeting di Fukuoka, Jepang, 28
November 2012.
"Afghanistan tidak punya pengolahan air bersih
sama sekali, padahal pertumbuhan ekonomi yang tinggi membutuhkan
fasilitas dasar," kata Jan Turkstra, Perwakilan UN Habitat di
Afghanistan. Sebagian besar masyarakat mendapatkan air tanah yang
jumlahnya tidak banyak dan kian terpolusi.
Menurut Direktur
UN-Habitat Asia Pasifik Chris Radford, banyak masalah mengenai air di
Asia Pasifik sehingga pertemuan ini digelar untuk mencari solusi dan
berbagi pengetahuan antara Jepang dan negara-negara berkembang.
Pertemuan itu juga dihadiri pada ahli dari perusahaan swasta Jepang
untuk membagi pengetahuan dan teknologinya mengenai pengadaan dan
pemurnian air.
Di Pakistan, pengolahan limbah masih sangat
buruk. "Untuk mendapatka air yang layak minum, kami membutuhkan cara
pembuangan limbah domestik yang aman," kata Sardar Hamid Mumtaz Khan,
Manager Komunitas UN Habitat Pakistan.
Sekretaris Kementrian
Pembangunan Perkotaan Nepal, Kishore Tappa, menyatakan bahwa penduduk
Nepal masih harus berjuang untuk mendapatkan air bersih. Kondisi ini
diperburuk dengan sanitasi yang buruk dimana 57 persen populasi masih
membuang hajat sembarangan, yang dapat memicu timbulnya aneka penyakit,
misalnya diare. "Meningkatkan sanitasi terbukti menurunkan tingkat
diare," kata dia.
Penduduk Sri Lanka masih bergantung pada sumur
untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari. "Instalasi air ledeng tidak
menguntungkan karena terkendala banyak isu implementasi seperti
pembangunan yang terhenti di tengah jalan," kata SS Mudalige, Direktur
Divisi Fasilitas Publik Sri Lanka. Untuk mendapatkan air bersih, negara
itu membutuhkan fasilitas pemurnian air.
Direktur Divisi Air dan
Sanitasi Myanmar Lai Lai Win menjelaskan bahwa di negaranya hanya 30
orang yang tinggal di perkotaan sedangkan sisanya di pedesaan. "Kami
butuh solusi penyediaan air untuk mereka yang tinggal di pedesaan,
karena anggaran tidak cukup," kata dia. Tingkat kontaminasi arsenik
pada air juga masih tinggi.
Pencemaran arsenik dalam air juga
menjadi masalah di Bangladesh, dimana 57 persen populasi tidak punya
akses untuk mendapatkan air bersih. 61 persen tidak mempunyai fasilitas
sanitasi yang memadai. "Harus ada peningkatan kesadaran terhadap
kebersihan," kata Binod Shrestha dari UN Habitat Bangladesh.
Di
Laos, infrastruktur air bersih terpusat di lima kota besar. Penduduk
pedesaan, apalagi di daerah terpencil harus memenuhi kebutuhan airnya
sendiri.
Urbanisasi penduduk dari desa ke kota menimbulkan
permasalahan tersendiri bagi penyediaan air di Kamboja. "Perbaikan
fasilitas air kalah jauh dibanding tingkat urbanisasi, apalagi polusi
makin meningkat," kata Vanna Sok, perwakilan UN Habitat Kamboja.
Masalah
polusi ini juga dialami Vietnam, dimana limbah tidak diolah sebelum
dibuang. "Lebih dari 50 persen populasi di daerah suburban menggunakan
sumber air yang tidak aman," kata Ho Ky Minh, Direktur Institut
Sosioekonomi di Dan Nang Vietnam. Penyelesaian masalah air harus
berpacu dengan tingkat urbanisasi, dan harus dibarengi dengan
pengurangan polusi sebagai akibat industrialiasasi dan pertumbuhan
penduduk.
Adapun di Cina, 50 persen kota mengalami kekurangan
air dengan masalah yang berbeda-beda pada setiap daerah. "Ada
kekurangan air di daerah Selatan, polusi yang berat di pesisir dan
tidak kekurangan teknologi pengolahan di barat," kata dia.
Masalah
juga dialami tetangga Cina, Mongolia. 40 persen warganya masih tinggal
di dalam tenda yang terserak di seluruh negeri. Pemerintah berupaya
memenuhi kebutuhan air dengan menyediakan kios air kecil, yang masih
belum merata.
Sarah Mecartney, perwakilan UN Habitat di Pasifik
menjelaskan bahwa air adalah masalah besar di daerah kepulauan berisi
22 negara itu. "Tidak banyak sumber air yang bisa digunakan. Harus ada
akses untuk warga kota yang miskin," kata dia.
Meski
demikian, terdapat beberapa contoh pengelolaan air yang baik di
negara-negara berkembang di Asia. Salah satunya adalah di Indonesia.
"Ada kota-kota di Indonesia yang bisa menjadi contoh bagi pengelolaan
air di kota lain, misalnya Banjarmasin," kata Bruno Dercon, perwakilan
UN Habitat di Indonesia. Apa yang telah dilakukan di Banjarmasin
diharapkan menjadi contoh bagi kota-kota lain di Indonesia maupun Asia.
Source : www.yahoo.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar