Magnet bisnis emas batangan memang luar biasa. Bukan hanya investor
berpengalaman, bahkan ibu-ibu rumah tangga dan bujangan yang punya uang
lebih ala kadarnya, ramai-ramai belanja komoditas tersebut. Marketing
yang menawarkan investasinya pun tak kalah gesit — sudah bisa datang ke
rumah untuk presentasi.
Karena itu, sebaiknya kita pahami
beberapa hal yang mempengaruhi nilai investasi komoditas ini. Jangan
sampai terkena bujuk rayu atau bahkan terkena hipnotis keuntungan semu.
Inilah beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan investasi emas, baik melalui sistem gadai maupun jual-beli.
Pertama,
sadari bahwa sifat dari investasi — tak terkecuali investasi emas —
cenderung spekulatif. Anda bisa untung, bisa juga rugi. Biasanya, untuk
mengurangi potensi kerugian, digunakan perhitungan yang matang dengan
memasukkan variabel yang berpengaruh. Baik positif maupun negatif.
Untuk
itulah, alangkah baiknya Anda menanamkan uang lebih (di luar biaya
operasional bulanan) dan tidak sekaligus dalam satu jenis investasi.
Kedua,
jangan pernah berpikir dan tertipu rayuan bahwa harga emas selalu naik.
Pada tahun ini saja sudah beberapa kali terjadi fluktuasi. Harga
September misalnya, lebih tinggi dibandingkan bulan Oktober. Kenaikan
sebenarnya terjadi pada harga rata-rata tahunan.
Namun,
rata-rata kenaikan tahunan itu pun tidak selalu besar. Di bursa London,
sepanjang tahun 2000-2001, perubahan harga emas malah negatif (-1,7
persen dan -3,9 persen). Atau, pada tahun 2005 dan 2009, kenaikan
tahunannya cuma tiga persen.
Satu-satunya periode yang
kenaikan harganya mencapai angka 30-an persen, seperti banyak dijadikan
simulasi perhitungan ketika sedang membujuk calon investor, adalah
tahun 2008. Karena itu, bersikap kritislah terhadap bujukan pemasar
atau orang yang akan mengelola investasi Anda.
Ketiga,
seperti komoditas lainnya, harga emas dipengaruhi oleh kondisi
permintaan dan penawaran. Satu hal yang juga perlu diingat, Bank
Indonesia juga melakukan jual beli emas — yang biasanya digunakan untuk
menjaga stabilitas moneter. Tahun lalu, Bank Indonesia dan Dana Moneter
Internasional (IMF) melepas sebanyak 53,2 ton emas.
Ketika
perubahan harga emas hanya tiga persen, yaitu pada tahun 2005 dan 2009,
bank sentral dan IMF pada tahun sebelumnya mengguyur pasar dengan 395,8
dan 157 ton. Itulah data yang dilansir oleh World Gold Council.
Saat
ini, ada kesepakatan para bank sentral yang disebut sebagai Central
Bank Gold Agreement, agar emas yang dilepas di pasar tidak lebih dari
400 ton.
Selain itu, indikator ekonomi makro seperti suku bunga,
kurs, apalagi indikator pasar modal, bisa secara langsung mempengaruhi
harga emas. Jika ada tawaran menarik dari suku bunga, atau ada gairah
di pasar saham, dan bisa juga di pasar obligasi, aliran dana bisa
berpindah. Para pemburu keuntungan akan meninggalkan emas.
Keempat,
jika pada akhirnya Anda memutuskan investasi di komoditas emas, jangan
lupa mendiskon keuntungan nominal yang diperoleh dengan inflasi.
Sehingga, yang didapat adalah keuntungan yang benar-benar riil atau
nyata. Seandainya keuntungan yang diperoleh sesuai janji, katakanlah 15
persen, sementara inflasi rata-rata 6 persen, maka keuntungan yang riil
adalah 9 persen.
Namun, melongok data 2005 dan 2009, setelah didiskon oleh inflasi, maka justru kerugian yang makin besar.
Selain
itu, secara nominal perlu juga dikurangi untuk biaya penyimpanan jika
ingin menyimpannya secara fisik atau biaya administrasi eandainya
“dikuasakan” kepada manajer investasi.
Karena itulah, kenalilah
lahan investasi sebelum masuk ke dalamnya. Dan pastikan, dana yang
diinvestasikan adalah dana lebih (bukan biaya sehari-hari). Jangan
sampai malah terjerembab. Selain itu, ingatlah baik-baik pesan Warren
Buffet, magnet bisnis Amerika yang kekayaannya mencapai $ 39 miliar:
“Never invest in a business you cannot understand.”
Buffett seolah ingin menegaskan, jangan sampai tersengat racun di balik rayuan manis investasi.
sumber : yahoo.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar